Ahad 30 September lalu KMI (Keluarga Mahasiswa Islam) ISI Yogya mengundang saya menjadi pembicara dalam Seminar Seni Islami. Tiga pembicara lainnya dari latar belakang berbeda turut menyumbangkan gagasannya. Mereka adalah Bu Diyah Zulaiha, M.Ag (dosen agama ISI), Pak Victor Ganap (mantan Purek 1 ISI), Aruman,SSn (dosen Kriya ISI).
Acara seminar juga dimeriahkan oleh seni dari grup music Sobaya, yang melantunkan nada-nada dari alat music rebana, dll dikemas seperti melody timur tengah. Sangat nyeni dan menghibur.
Singkat cerita… (maap saya nggak pinter berbasa basi… hehehe)
Masing-masing menyampaikan ide dan pendapatnya mengenai seni Islami.
Dimulai oleh penjelasan dari Bu Diyah Zulaiha yang memaparkan definisi seni Islami yang intinya ketika dikatakan sebagai seni islami manakala ada keterikatan aqidah Islam. Sehingga tujuan maupun perwujudan seni yang ditampilkan tidak keluar dari semangat aturan Islam.
Kemudian pak Victor menyampaikan pengalamannya bermusik, termasuk pengalaman beliau ketika berkunjung serta pentas di luar negeri. Beliau mendapati musik-musik yang beliau temui bersifat universal, tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang ada. Alunan-alunan indah tersebut bisa menjadikan hidup ini menjadi indah.
Aruman, SSn yang selain sebagi dosen kriya, juga teman saya kalau lagi ngisi training motivasi menyampaikan pengaruh politik global dalam berkesenian. Bahwa globalisasi yang ada sekarang ini sangat mempengaruhi seniman dalam berkreasi. Sekarang, seni ukurannya adalah bagaimana “barat” mencontohkannya. Kiblat entertainment serta gaya hidup yang mengadopsi barat ini yang jelas-jelas berpengaruh terhadap pola berkesenian orang-orang Islam. Ini disebabkan karena ideologi Kapitalis yang mengepung tatanan kehidupan ummat. Ummat lebih menyukai kebebasan dengan dalih seni dan ekspresi diri. Pornografi maupun pornoaksi merupakan hal yang biasa.
Terakhir giliran saya… panitia menginginkan agar saya bisa menyampaikan dengan penuh semangat contoh hasil penemuan seni islami. Dan saya mencoba memenuhinya. Saya terus terang saja ke hadapan audience bahwa kapasitas saya dalam menunjukkan contoh hasil seni islami tentu dalam bidang yang saya geluti. Yaitu advertising syariah. Panjang lebar saya menjelaskan ide ini, karena memang forum semacam ini sangat jarang dan memang sejak lama saya tunggu-tunggu. Di blog saya ini advertising syariah pernah saya kupas dengan pendekatan 5w+1h. Maybe… di menu advertising bisa di klik untuk lebih jelasnya. Saya juga menampilkan capaian pekerjaan yang dihasilkan dari ide advertising syariah baik TVC, radio, maupun print ad. Semuanya dengan bingkai-bingkai syariah Islam. Saya mencoba meyakinkan audience bahwa periklanan yang dibungkus dengan keterikatan pada hukum syara’ tidak menjadikan iklan yang dihasilkan selalu identik dengan symbol-simbol islam secara lugas seperti… kubah, peci, kaligrafi arab, tasbih, sajadah, dan yang sejenisnya. Karena proses pencapaian iklan islami tidak hanya menampilkan ikonik khas islami seperti itu.Tapi lebih pada pola pikir, tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan, keseharian, yang tentu saja tetap mengedepankan kebolehan-kebolehan dalam Islam. Sehingga visualisasi yang muncul akan sangat beragam dan fresh. Tidak terkesan kuno dan kurang gaul. Sesuai dengan brand yang dibawa, advertising syariah sangat mengedepankan aspek marketing, selain itu tetap menghasilkan sesuatu yang biasa orang sebut “kreatif”. Sehingga pada akhirnya seni Islami akan menjadi kebanggaan ummat. Tidak selalu menjadikan “barat” sebagai kiblat. Hal-hal yang bersifat umum, seperti yang berhubungan dengan keilmuan, maka hukumnya mubah/boleh diserap. Tetapi manakala berbicara masalah gaya hidup, pemikiran, dan sejenisnya yang akan menjerumuskan kita pada perbuatan yang dilarang syariah, maka sebaiknya ditinggalkan. Kita tidak mungkin bisa menyatukan dua hal yang bertentangan… karena akhirnya menjadikan Islam seolah permisif dengan kondisi. Semoga seni Islami semakin berkibar… dan ummat tetap bersemangat mengembangkannya.
Wallahu A’lam bishowab.
Labels: advertising
0 Comments:
Post a Comment
<< Home