The Power of Brand >< Rossi is Back
Menjuarai 7 kali seri Moto GP di Mugello tentu bukan perkara mudah. Di sirkuit Mugello Italia Ahad kemaren, akhirnya Valentino Rossi sekali lagi mampu membuktikan keperkasaannya di Negara asalnya. Melaju dengan start diurutan ketiga tentu saja bukan masalah yang sulit bagi Rossi. Walaupun dalan lap2 berikutnya, Rossi terbanting di urutan 8, berikutnya… sampai pada lap 11 mampu bangkit dan menyusul seterunya Casie Stonner yang sampai detik ini masih menjadi pemimpin perolehan poin. Akhirnya… di 6 lap terakhir Rossi pada urutan pertama… mengungguli Dani Pedrosa yang memiliki laju motor lebih baik di track jalan lurus. Tampaknya kepiawaian Rossi menjadi bukti… lebih dari sekedar merek yang dibawa… lebih dari sekedar tim yang hebat… lebih dari sekedar motor yang hebat di tikungan… dan bahkan lebih dari kebesaran “brand” yang dia sandang…. Tapi bukan kehebatan Rossi yang akan kita bahas dibawah. Tetapi brand yang nempel dibaju dan motornya.
Yang namanya dunia olahraga di sistem kapitalis sekarang ini… tentu tidak mungkin terlepas dari keberadaan sebuah brand. Moto GP serie Mugello juga termasuk yang terlihat jelas wujud peperangannya. Ducati sebagai pabrikan Itali mempunyai kans yang tinggi untuk memenangkan sirkuit ini mengingat penampilan baik Casie Stonner di sirkuit2 sebelumnya. Sementara itu ada juga Alex Baros yang kali ini menduduki podium ketiga yang oleh banyak pihak dicap sudah terlalu tua untuk juara. Diumurnya yang 32 tahun ternyata terbukti mampu membawa nama Ducati sebagai salah satu brand juara. Juga ia mampu menempuh waktu tercepat dalam best laps sementara Rossi sanga juara kali ini dengan Yamaha nya hanya menduduki peringkat 10 dalam waktu tercepatnya. Menurut saya ada tiga brand utama yang naik podium kali ini. YAMAHA, HONDA, DUCATI, kemudian brand pendukung seperti Michellin, Bridgestone, Fiat, Repsol, Castrol, Alice, dll.
Dengan kemenangan ini apakah membawa korelasi positif terhadap brand image Yamaha? Tentu… kita lihat bagaimana Stonner sekarang ini menduduki puncak klasemen dan terbukti membawa penjualan Ducati meningkat 35%. Luar biasa khan? Walaupun kemenangan tidak secara langsung membawa peningkatan penjualan dengan serta merta seperti jualan “tela-tela” atau “bakso cak krebo” tetapi tentu melalui sebuah proses yang lebih panjang. Tentang biaya promosi yang begitu besar yang dikeluarkan beberapa brand diatas, tentu tidak seperti yang kita bayangkan. Barangkali contohnya seperti Ducati. Sekarang ini bisa jadi biaya promosi sudah tertutup ya… selain pemasukan dari para sponsor yang rela bayar mahal agar brand nya dipajang dimotor mesin baru 800 cc nya … termasuk Bridgestone yang menjadikan ban Ducati “nyokot” lebih baik di track basah. Apabila kita bahas mengenai penyelenggaraannya tentu banyak pemasukan lain misal dari hak tayang siaran langsungnya oleh berbagai Negara di dunia, tiket penonton, bahkan dampak kunjungan wisata nonton moto gp yang secara tidak langsung akan mengupas keindahan Italia. Itulah dunia Kapitalisme. Semuanya ujung-ujungnya adalah bisnis. Tanpa sadar kita dikelilingi brand-brand yang selalu siap menyerang mind set kita dengan mengubah pemikiran, tingkah laku kearah konsumerisme yang berlebihan tanpa kita sadari. Olahraga yang barangkali awalnya menjadi tujuan untuk rekreasi tubuh agar jasmani lebih sehat, sekarang lebih dari sekedar itu. Rossi, Stonner, Baros, Pedrosa, Hayden, dll. Adalah orang-orang yang bisa jadi sandaran kesuksesan olahraga… yang akhirnya banyak remaja yang mendambakan seperti mereka… yang tanpa sadar mereka menjadi hamba-hamba brand yang tidak bisa hidup tanpanya. Apakah ini bahaya “Lahwun Munadzomun” ala Kapitalisme?
Tidak hanya di moto gp, sepakbola, basket, tenis, bulutangkis… semuanya… bahkan sekolah, university… bisa menjadi sasaran berikutnya. Sekedar ngobrol aja… undang-undang BHP bagi kampus-kampus negeri mulai diberlakukan. Di Indonesia persis menjiplak negeri Paman Sam dalam kurikulumnya serta aturan-aturan yang berlaku. Kedepan kewajiban pendidikan lambat laun tidak diurus Negara tetapi oleh swasta termasuk pegawainya. Menjadi karyawan BHP tidak ada pegawai negeri lagi. Bisa ditebak… jurusan-jurusan yang ada nantinya yang akan laku di pasaran da yang hanya bisa diserap oleh pasar. Pendidikan akhirnya bukan menjdai “pendidikan” sebagai mendidik maupun terdidik (secara idelis) tapi menyesuaikan kebutuhan pasar karena dibalik itu siapa yang membiayai, siapa yang punya kepentingan, dan jurusan apa yang ahirnya langsung diserap dunia kerja. Wajar kalau sastra arab di UGM sekarang mulai ditutup, wajar Fakultas Agama di PT-PT agama mulai dibubarkan. Yang ada barangkali karena sekarang pasar sedang menyukai dagelannya Thukul Arwana, bisa jadi kedepannya bisa kerjasama dengan ISI membuat program studi “Dagelanologi” sambil membuang prodi sepi peminat seperti karawitan, pedalangan dll. Bayangan saya… nantinya kampus-kampus akan disponsori produk-produk yang barangkali bertentangan dengan misi pendidikannya. Seperti cerita seorang teman yang pulang studi dari Swedia. Disana kampus-kampus terpampang brand kondom terkenal adalah hal biasa. Tertera kata-kata “Gratis untuk Mahasiswa” (tentu saja dengan bahasa inggris). Naudzubilah...
Dari pembahasan diatas, tentu sebatas hal-hal yang bersifat "mubah" yang merupakan ketentuan dari sang pencipta. Apapun... selama tidak melanggarnya, maka oke-oke saja untuk dijalani termasuk sinerginya brand dengan olahraga, brand dengan kampus... silahkan. Dan yang tidak kalah pentingnya, ketika kapitalisme sudah mulai menjamah tatanan agama dan norma-norma yang ada dalam masyarakat, tentu orang-orang iklan dan orang-orang yang konsen di brand konsultan mesti menambah kehati-hatian. Jangan sampai kita akan bingung ketika ditanya di "yaumul hisab" kelak.
"Apa yang sudah kamu lakukan didunia dengan keahlianmu?"
glek.... semoga kita mampu menjawabnya....
Labels: advertising, fikrah, komvis
3 Comments:
tulisan yang membangkitkan motivasi..ini sudah memberi, buat kami yang membacanya :)
unai... di dunia ini isinya hanya saling memberi dan menerima. kapan-kapan gantian sy juga bisa diberi dan dinasehati... sy tunggu... jazakallah...
Even balapan motogp, saya pikir banyak memberikan pembelajaran, misalnya, untuk bisa menang dalam kompetisi, maka selain faktor fisik, juga harus punya keberanian, menjadi yang tercepat, berkeyakinan kuat, konsisten, disiplin, emosi yang stabil, dll. Nilai-nilai ini jika dipraktekan dalam hidup dalam upaya kita mencapai sesuatu, yaa bagus banget.
Post a Comment
<< Home