Friday, February 15, 2008

No Line Advertising

Beberapa minggu yang lalu acara dosen tamu Deskomvis ADVY yang kali ini diisi oleh Alumnus ADVY, Roy Umboh (Art Director CCHQ) dan Budi Utama (Designer Lowe Design) tampak lebih meriah dari biasanya. Barangkali karena dosen tamunya masih muda dan yang jelas mereka jebolan ADVY so… adik-adik kelas yang kebetulan jadi peserta trus tambah pede dan sueneng…. Karena kakak kelasnya ada yang survive di Jakarta dan karya-karyanya diperhitungkan (....).

Saya belum sempat catat dan menyiman file powerpoinnya kecuali punyaknya Roy. Tapi banyak dari apa yang disampaikan Budi Utama melekat kuat di benak saya. Maaf kalo ternyata disana sini ada yang nglupas trus jatuh… hehehehe.

Perkembangan dunia periklanan dewasa ini semakin lama semakin meninggalkan pakemnya. Tuntutan kecepatan dan kejelian marketing serta penempatan media yang jitu menjadi tuntutan dan seolah menjadikan "inovasi" sebagai penentu berhasil atau tidaknya sebuah pemasaran. Saya ingat sewaktu ngobrol dengan seorang CEO lembaga zakat terbesar di Indonesia mengatakan: “Yang namanya marketing sekarang ini harus punya daya gebrak dan selalu inovatif, kalau nggak gitu… nggak usah melakukan aktifitas marketing”. Segala lini dalam periklanan seolah carut marut dengan ide yang dikembangkan sehingga pasar semakin kompleks dengan brand-brand (baik baru maupun lama) yang sangat menyita energy dan pikiran. Kedepan akan nampak… mana brand yang konsisten dengan kreatifitas marketingnya… mana yang tidak, brand mana yang mencolok dan menyita perhatian … mana yang membosankan. Pasar akan melihat dengan sendirinya… dan semacam hukum alam yang nantinya akan mengujinya. Seperti kita tahu, kehandalan jasa, kualitas produk sudah tidak lagi hal yang mudah untuk dijual karena semua brand juga menawarkan hal yang sama... betul apa yang dikatakan Hermawan Kertajaya; Positioning Differensiation and Brand menjadi tika kata yag mesti dikuliti sedetil mungkin sebagai pembeda.

Melihat kondisi diatas, Frank Jeffkins yang sebelumnya telah mengelompokkan media berdasarkan atas ciri-ciri fisik serta fungsinya lambat laun akan sirna. Above the Line dan Bellow the Line (ATL/BTL) yang tadinya digunakan Frank untuk melakukan pemetaan media dan memudahkan P&G (Procter & Gamble) untuk berpromosi sejak ditemukannya cara itu (1968). Namun sekarang ATL/BTL sudah tidak lagi Media Lini atas (yang membayar media, dengan jangkauan luas) dan Media Lini Bawah (yang lebih personal, dengan jangkauan terbatas) tapi lebih pada ATL (thematic) dan BTL (tactical). ATL bukan lagi khusus berbicara strategy di TVC, radio, billboard, baliho. BTL tidak lagi hanya berbicara media poster, direct mail, brosur, dan sejenisnya. Tapi lebih dari itu semua ATL dan BTL sebagai sebuah strategy baru dalam pendekatan brand marketing yang terintegrasi yang mendobrak pasar dengan pendekatan thematic, yaitu menjadikan sebuah brand “market leader” dengan pendekatan long therm advertising atau bersifat jangka panjang dan bertujuan meningkatkan brand image dengan hitungan waktu tertentu. Sedang media yang digunakan… TVC, radio, billboard tidak menutup kemungkinan menggunakan juga brosur, direct mail dan sejenisnya. Dalam melihat media suda tidak lagi melihat apakah ATL atau BTL… semua bisa dipakai termasuk dengan penggunaan internet marketing, unconventional media atau ambient media. Bahasa verbal maupun visual yang digunakan lebih bersifat umum dan tidak terlalu mengarah pada penjualan yang menuntut “call to action” secara langsung.

Sedangkan tactical diartikan sebagai strategy mendobrak pasar dengan aksi-aksi yang lebih cenderung melibatkan target audience atau dengan bahasa yang lebih sering dipakai adalah melakukan “brand activation” dan inilah trough the line advertising (TTL). Seorang temen pernah bilang…”Kalo loe dah bikin brand yang kamu iklanin bisa jadi top of mind… contohnya A Mild… target paham iklannya … seneng… tapi ketika dia pergi ke toko or warung yang dibeli LA Light… gubrak kan? Makanya A Mild bikin Soundrenaline… A Mild Live… A Mild billyard dan lain-lain agar target merasa terlibat dengan aktivitas yang tentu saja mereka sukai dan harapannya ada call to action terhadap brand tersebut”. Sementara… penggunaan medianya tetap sebebas thematic… bisa menggunakan TV, radio, poster, brosur, billboard, ambient, pameran, event, dll. Secara aktifitas lebih melibatkan, dan target merasa happy dengan inovasi iklannya… tidak merasa dipaksa dan secara sukarela terlibat… contoh aktifitas Sprite beberapa waktu lalu yang digawangi Lowe Design Indonesia. Mulai dari menyewa Ahmad Dani untuk menggubah lagu… dan nge hits ternyata… judulnya “Bebaskan” yang dia nyanyikan dengan Chyntia Sari serta beberapa lagu yang dikemas menjadi satu album. Trus videoclipnya yang di placement atas nama videoclip… bukan TVC… selama tiga menit… hebat. Tidak berhenti sampai disitu… mereka bikin event nyanyi lagu popdut atau pop ndangdut berupa audisi dan bla bla bla… seperti audisi music lainnya tapi dikemas dengan lebih cantik. Ada roadshownya… ada siaran live nya… bikin promo event nya dengan media yang sangat komplit dan terintegrasi.

Munculnya brand-brand baru di Indonesia memicu advertising agency untuk selalu putar otak mencari format-format baru dalam beriklan. Masing-masing menginginkan agar brand nya menjadi market leader… semua punya keinginan agar brandnya bisa menjadi top of mind. Tapi…

“Top of mind tidak ada artinya apabila tidak ada call to action yang bisa menghantarkan sebuah brand menjadi market leader, market leader tidak ada artinya apabila tidak ada kontiyuitas, dan semuanya tidak ada artinya apabila sebuah brand tidak memiliki image yang bagus dibenak konsumen”

Labels: , ,

1 Comments:

Blogger Septi's Notes said...

aduuuh mas... tengkiuu banget yaa tulisannya.. saya emang lagi mencari2 istilah TTL.. kalo ATL & BTL saya udah terbiasa dengernya.. tp since this TTL kinda new for me... Thanks berat buat artikelnya yaa

Cheers!

2:06 AM  

Post a Comment

<< Home