Thursday, November 22, 2007

Mengais rezeki di pagi buta

Suasana pagi itu masih gelap dan terasa dingin menusuk sampai ke tulang rusuk. Mata sembab karena kantuk yang berlebihan… coba telusuri jalanan pagi yang masih gelap itu dengan tubuh gontai. Inginnya mempercepat laju sepeda motor tapi apa lacur tak kuasa badan ini untuk menahan angin paginya yang dingin. Pelan-pelan sambil melihat keadaan sekitar tampak disebelah kanan dan kiri berlawanan arah dengan saya. Para penjual gerabah dari arah kasongan yang tampaknya akan dibawa ke pasar. Ada yang naik sepeda membawa barang gerabah itu sampai menggunung… kebayang aja kalau ada angin rebut, hujan atau bis malem yang ugal-ugalan nyerempet… naudzubillah. Ada juga yang membawa dengan dipikul dengan kekuatan tubuhnya yang kurus karena memang tidak punya sepeda apalagi motor.

Bayangkan… jam tiga pagi mereka sudah bangun untuk membawa barang begitu berat dengan jarak yang jauh dengan transportasi sekedarnya dan hasil yang belum tentu menggembirakan. Kira-kira apabila mereka pulang kerumah dan tidak membawa sepeserpun rupiah… istri dan anaknya akan berbicara apa ya… sementara yang pasti kebutuhan hidup mereka saat ini tentulah sangat banyak. Harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, boro-boro biaya kesehatan, untuk biaya sekolah anak-anak saja bisa jadi bukan menjadi yang diprioritaskan. “Untuk bisa makan saja sudah Alhamdulillah” barangkali itu yang terucap.

Semalam suntuk kita memikirkan proyek seharga jutaan rupiah ditemani internet, ruangan ber ac, kendaraan yang siap antar jemput kemanapun, alat komunikasi… makanan siap saji… tapi kadang yang keluar dari pikiran dan tingkah kita adalah keluhan… kebingungan… merasa kurang… dan selalu kurang. Tidak pernah terlintas dalam diri kita orang lain yang bekerja untuk keluarganya dengan keterbatasan fasilitas dan keahlian, bekerja hanya untuk sesuap nasi untuk hari itu. Untuk besok? Mereka akan cari esok harinya. Tidak pernahkan kita bersyukur dengan apa yang sudah diberikan Allah kepada kita. Potensi hebat yang diberikan setiap manusia, dan nasib yang ada ditangan kita sendiri.

Pernahkah kita bersyukur dengan turut peduli dan membantu orang lain yang keadaannya lebih sulit dari pada kita. Pernahkah kita berkata didepan orang yang kondisinya lebih sulit dibanding kita… “Kita sudah merasa cukup pak… ”. Pernahkan sebentar saja kita merenung tentang apa yang pernah dikatakan Rosulullah “Tidak termasuk umatku apabila bangun dipagi hari tetapi tidak memikirkan urusan kaum muslimin…”

Labels:

Thursday, November 08, 2007

pengen sesering-seringnya ketemu org laen....

Kesibukan bukan hal luarbiasa di jagad menjelang globalisasi yang hampir utuh ini. Kadang kepenatan pikiran karena hempasan brief, d/l, dan problem-problem kantor lainnya silih berganti menyerang tidak hanya pikiran tapi berimbas ke fisik juga. Menjadi kita jadi lupa akan potensi yang diberika oleh Allah tersebut untuk bersosialisasi dengan orang lain. Bertegur sapa... ngobrol... menjalin lagi pertemanan yang sempet terhenti bukan karena bertengkar, bukan karena saling benci, tapi masalah lain... saling sibuk dengan urusannya masing-masing. Membuka kembali komunikasi kepada siapa saja yang dulu pernah merajut kehidupan kita, siapa saja yang dulu pernah menolong, ditolong, atau sekedar hubungan pertemanan dengan ngobrol kosong yang kadang hanya mengisi waktu-waktu kita dahulu... namun sekarang membawa kenangan khusus ketika kita mengingatnya.

Memang benar... para motivator menyarankan kepada kita untuk menatap masa depan jangan menoleh kebelakang. Itu benar... setidaknya sebagai motivasi. Namun masa lalu tetaplah masa lalu... hasil torehan kita. Bukan orang lain. Masing-masing memberikan kenangan. Tentu untuk menjadikan masa lalu bahan muhasabah (evaluasi).
Termasuk apa yg sudah pernah kita kenal. Tetaplah semestinya kita kenal. Bukan untuk dilupakan. Karena satu teman akan menjadi satu networking yang akan menyelamatkan kita dunia dan akherat. Mengapa? Karena sillaturrahim... atau juga sillahukhuwah itu perintah dari-Nya. Tidak hanya perintah... tapi akan membawa kita pada kehidupan yang lebih baik. Fiddunya wal aakhirah.
Insya Allah

Labels: