Monday, November 08, 2010

Melting Line

Berbicara Iklan Sekarang!

Perkembangan periklanan di era sekarang barangkali tidak sama dengan sepuluh tahun yang lalu apalagi berbicara dua puluh tahun sebelumnya. Istilah Above the Line dan Below the Line yang pada awalnya dimunculkan oleh Procter & Gambler sebuah brand besar kelahiran Amerika yang bertujuan untuk memisahkan aneka ragam iklan yang mereka gunakan dalam memasarkan produk-produknya (Jeffkins, 1994). Dalam sejarahnya pemisahan dua garis itu untuk mempermudah pengurusan biaya administrasi karena yang satu berbea dan yang lainnya tidak, dalam pemasangannya di media. Pada perkembangannya ATL dan BTL dikenal untuk menunjukkan mana media utama (ATL) dan media pendukung (BTL). Namun sekarang, dengan melihat perkembangan kompetisi antar brand, bagaimana agar tampil lebih dekat dengan konsumennya dan terlihat hebat, maka ATL dan BTL sudah tidak lagi bisa diterapkan seperti dua puluh tahun yang lalu. Bahkan ada seorang teman mengatakan dalam obrolan di siang bolong “ ATL & BTL? Commission based & non commission based... mmmh but this is 50 years out of date!”.

ATL & BTL sekarang ini dilihat lebih sebagai sebuah strategi. ATL lebih ke thematic dan BTL berbicara tactical.

Thematic : Seeks to tell you about the brand and change your view of it (telling)

1. Builds brands by communicating brand values and product benefits

2. Long-term positioning

3. Building share of minds and share of market

4. Reassures existing users that brand is still there


Tactical : Seeks to build a relationship between you and the brand (apealling)

1. Urgent purpose

2. Short-term goals

3. Improving sale

4. Invites consumer to enjoy a relationship with the brand quickly

Meminjam kalimatnya Ibu Amalia E. Maulana, praktisi senior bidang marketing dan periklanan,bahwa dengan situasi baru seperti sekarang ini, jasa yang ditawarkan oleh biro iklan dan biro pendukung kegiatan komunikasi non-iklan sudah sangat terfragmentasi, penggunaan istilah komunikasi ATL vs BTL menjadi tidak relevan lagi, dan sudah waktunya ditinggalkan. Adapun istilah baru, TTL (Through the Line), tidak akan menjadi solusi untuk memperjelas perbedaan konsep dan prinsip dalam kegiatan komunikasi pemasaran. Mungkin ada baiknya mulai sekarang kita lupakan saja istilah LINE. Forget the line! It is the end of the line,begitu kata beliau.Sudah selayaknya dalam perkembangan brand, teknologi, dan jasa bidang periklanan, agency periklanan dalam hal ini agency lokal harus melakukan upaya peningkatan kemampuan,terutama untuk menjadikan brand yang ditangani berhasil diterima oleh konsumen dengan baik. Tidak sekedar berhasil dalam brand awareness tetapi juga image building sekaligus menjadi brand loyalty bagi konsumennya.Perspektif Strategic Brand Planner dalam menyusun Integrated Marketing Communications(IMC), sebaiknya lebih didasari oleh tujuan komunikasi brand.Pinasthika Advertising Festival sebagai sebuah ajang periklanan yang diikuti oleh seluruh agency lokal se-Indonesia dan Asia, menjadi sangat relevan untuk melatih kemampuan dan ketajaman agency dalam mengasah kreativitas dan berbagai hal yang berhubungan dengan periklanan. Mengukur sejauh mana proses kreatif dan output kreatif dalam menangani sebuah brand, termasuk upaya melakukan pengembangan dalam variasi media yang digunakan.Digital Marketing, idola baru dalam aktivitas branding saat ini selayaknya juga tidak sekedar dipandang sebagai media yang 'sendiri'. Tampak 'sakti' layaknya seorang pendekar silat yang hebat, mampu secara individu mengalahkan musuh-musuhnya tanpa bantuan orang lain. Tentu dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama ketahanan fisiknya akan berpengaruh. Perlu dukungan dengan berbagai pihak sehingga mampu melakukan 'peperangan' dalam rentang waktu yang lebih lama. Sehingga Digital Marketing disikapi sebagai satu bagian kecil (walaupun sangat berpengaruh) dan merupakan salah satu bagian dari strategi besar di dalam Integrated Marketing Communication (IMC)


Kreatifitas adalah senjata terbaik

Ratusan entry yang dilombakan di ajang bergengsi Pinasthika Advertising Festival yang jumlahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun, kini telah menjadi primadona insan kreatif di seluruh Indonesia dan menjadi wahana yang sangat baik untuk melakukan peningkatan kualitas diri. Walaupun disana sini banyak sekali yang berkomentar miring terhadap karya yang dilombakan. “Sekarang kalau diliat bener nih... iklan-iklan yang ada sama saja... paling-paling beda di eksekusinya doank! Nggak ada perkembangan yang signifikan gitu...”

atau..., “Nih iklan kok Thailand banget seh, napa nggak bikin yang citarasa Indonesia gitu... lokal colornya nggak mencerminkan budaya sendiri”.

Dan masih banyak lagi pendapat miring tentang sebuah kompetisi periklanan.

Ada sudut pandang berbeda ketika berbagai komentar di atas kita sikapi dengan kacamata positif, bahwa ajang bertemunya insan periklanan di Pinasthika Advertising Festival adalah bagian dari 'arisan' nasional tanpa kocokan undian yang di dalamnya terjadi interaksi untuk saling belajar dan menempa diri. Ada Ad Seminar, Ad Gallery, Ad Expo, Meet the Jury Forum, dan masih banyak lagi agenda yang bisa dimanfaatkan oleh semua pecinta dunia periklanan. Tidak hanya para praktisi periklanan namun juga mempertemukan para akademisi, mahasiswa, pemilik brand besar maupun kecil, semuanya akan mendapatkan wahana untuk saling bertukar pikiran dan belajar.

Kreativitas memang menjadi senjata terbaik untuk mempertemukan berbagai pihak yang ada hubungannya dengan industri ini. Dengan perkembangan teknologi, dan kesamaan mendapatkan akses informasi maka kemampuan insan periklanan dewasa ini boleh dikatakan merata. Sudah tidak ada lagi agency besar maupun kecil, perorangan maupun kelompok. Ketika seluruh karya terpajang di dinding yang sama, yang berbicara adalah ide/ kreativitas. Sejauh mana sebuah karya iklan mampu berkomunikasi dengan baik dan kualitas eksekusi yang 'ciamik'.


Pinasthika sebagai alasan untuk bertemu

Seperti paragraf yang ada di atas, sebaiknya sudah tidak ada lagi garis dalam sebuah media. Lebih baik dibuang dan mantap untuk mengatakan no line advertising! Tidak ada lagi pembatas agar kita semakin bebas dan liar untuk berkreasi. Era digital sebaiknya disikapi cerdas sebagai momentum bergeraknya berbagai cara agar sebuah brand semakin hidup dan membumi.

Demikian halnya dengan Pinasthika. Sudah saatnya menjadi ajang melebur (melting)-nya seluruh insan kreatif negeri ini tanpa sekat pembatas, antara agency besar maupun kecil, saling memberi dan menerima, bertukar pikiran demi perkembangan industri periklanan Indonesia.

Bravo Pinasthika! Bravo Kreativitas!
(*disampaikan dalam katalog Pinasthika 2010)

Andika Dwijatmiko
CEO Syafa’at Marcomm
Direktur Pendidikan Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI)
Pengurus P3I Pengda DIY

Labels: ,